So, happy reading :)))
Selasa, 29 Juli 2014
Sekolah baru, kakak kelas, dan jarak
So, happy reading :)))
Minggu, 20 Juli 2014
Ketegaran Risti, keraguan Ike, dan kebodohan Danar
Aku terdiam membeku. Tak berkutik. Tak bisa bergerak. Berdiri tegak di hadapan dua kursi dan satu meja bundar terbuat dari stainless steel.
"Dan, aku mau kamu jujur…" Ike berbicara tetapi enggan menatapku langsung. Ike yang duduk di kursi sebelah kanan membuka sidang ini. nada bicaranya yang halus dan bergetar, tak seperti yang kukenal.
"Ike udah cerita semuanya… tapi aku ingin dengar langsung dari mulutmu dan" Risti berkata dengan nada yang halus dengan kata yang sopan. Kemudian dia menatap Ike dengan lembut seolah tidak ada sedikit pun rasa benci.
"Danar, aku gak mempermasalahkan di jadikan nomor dua… tapi aku gak pernah mau dibagi" kedua wanita ini mencoba membunuhku dengan halus. Ike bangkit dari posisi duduknya seakan menunjukkan bahwa dia memberontak karena sudah muak dengan permainan hati yang sedang kami lakukan bertiga.
Pelayan di kafe itu baru saja berlalu setelah berdiri beberapa detik menyaksikan ketegangan antara kami bertiga. Semua pengunjung kafe itu berpura pura tak melihat kami, seolah tak merasakan aura yang menyesakkan ini.
Aku mengambil posisi duduk diantara mereka berdua. Mencoba mengalirkan kembali darahku ke bagian kepala.
"Ris, aku cinta sama Risti, kamu harus terima itu… dan kamu Ke, kamu memang orang yang selalu ada untuk aku, tapi aku lebih dulu dimiliki Risti" Ike hanya menatapku. Tidak, dia sama sekali tidak menatapku… tatapannya benar benar kosong. lalu perlahan menurunkan pandangannya.
Berbeda dengan risti, matanya berkaca kaca. Wajah putih susunya perlahan memerah. Pemandangan yang sangat tidak menyenangkan.
"Kamu gak bisa mempertahankan kami berdua… Kamu harus mencampakkan salah satu diantara kami" Air mata Risti mulai menetes. Aku hanya menggeleng perlahan.
"Ike, Danar cowo yang baik, kamu cocok bahagia dengan dia…" risti langsung bangkit dan beranjak pergi. "Jangan pergi ris, aku belum selesai" aku menggenggam erat tangan Risti.
"Mana yang lebih dulu kamu cintai Dan? Aku? Atau ike?" Risti berbicara tapi tak menoleh.
"kamu Ris! Kamu!! Aku cinta sama kamu!" Aku membentaknya.
"Berarti kamu memang lebih pantas sama Ike… aku percaya kalo aku adalah orang pertama yang ada dihatimu… tapi kamu selingkuh sama ike… itu bukan salah kamu, aku yang kurang pantas untuk kamu"
"Ris…" aku menoleh kearah Ike. Ike sama sekali tak sanggup membuka mulut.
"Ini akan jadi pelajaran buat kamu Dan, kalo kamu bingung memilih diantara orang pertama dan orang kedua, pilih orang kedua… karena kamu gak akan mencintai orang kedua kalo kamu tulus mencintai yang pertama" perlahan Risti menjauh seiring melemahnya genggaman tanganku.
Tanpa kusadari perlahan Ike merangkulku dari belakang seraya menyandarkan kepalanya di bahuku. seolah ingin menunjukkan bahwa sekarang aku hanya miliknya.
Risti berlari keluar kafe menuju ke mobilnya menembus hujan. Dari kejauhan terlihat cahaya datang mendekat, lalu cahaya itu berlalu seiring tergeletaknya Risti di tengah jalan. Sontak aku langsung berlari ke tempat risti tergeletak berharap dia masih benar benar berada disana. Diikuti oleh para pengunjung kafe.
"Ris, bangun… Ris…" Aku mengusap darah yang berceceran di kepalanya. Air hujan turut membantu membersihkannya. Orang orang di sekitar mulai mengelilingi kami, tapi tak ada Ike diantara mereka. Ike terduduk dan menangis didalam kafe.
Dua minggu setelah pemakaman Risti, aku duduk termenung di taman di temani Ike. Aku masih belum bisa menyingkirkan rasa bersalah ini. Bahwa kepergian Risti adalah salahku.
"Dan, kamu nyiksa Risti kalo kamu terus terusan gini… aku juga sedih atas kepergian Risti" ike meletakkan kepalanya di pahaku
"Aku yang akan menggantikan posisi dia dan, aku janji." aku hanya tersenyum sambil membelai rambut sebahunya.
"Aku memang masih belum memilikimu sepenuhnya, tapi aku akan menunggu saat diamana kamu berhenti mengunjungi makam Risti setiap hari" Ike tersenyum lembut.
Risti memang telah pergi. Tapi aku tidak akan melupakan pelajaran terakhir yang telah di berikannya untukku. Bahwa mendua, bukanlah pilihan. Kesetian memang bukan hal yang mudah. Tapi patut di perjuangkan.
Selasa, 01 Juli 2014
DIE'ry of Ganda: Kucing, kecoa, dan ikan salmon
Pagi itu, aku tak mau membuka kelopak mataku dan lebih memilih lanjut tidur. Melanjutkan kembali mimpi indahku bersama clarin.
Sepuluh menit berlalu. Aku masih belum kembali ke kafe itu menikmati nasi gorengku dan clarin yang asik dengan spaghettinya.
"Kriiiiiiing" alarm kurang ajar itu selalu membuatku kesal setiap pagi. tanganku meraba - raba ke bawah bantal dan kudapatkan 'smartphone' yang tak lagi smart di jaman ini. Kubuka semua socmed yang aku punya tapi gak ada notifikasi apa apa. Iya. Aku jomblo. Kulirik angka di sudut kanan atas. Disitu tertera "07:24".
Aku terdiam. 1 detik… aku mencoba memahami ada sesuatu yang janggal. 2 - 3 detik… aku mencoba mengingat hari apa ini. 4 - 5 detik… aku menghela nafas panjang. 6 detik…
"BRUAK!!!" SEORANG ANAK JATUH DARI BAWAH TEMPAT TIDUR DAN MEMINTAKU MENGANTARKANNYA KERUMAHNYA DI URANUS KARENA SEBENTAR LAGI ORANG TUANYA AKAN MENYERANG BUMI!
Gak, gak gitu.
aku mandi. jadi sesi ini hanya dilalui kira kira… 36,31 detik. Rekor minggu ini. Setelah rangkaian sesi sesi lainnya akhirnya tiba di sesi 'off-road-becek-jalan-lurus-belok-pas-simpang-tiga-terus-aja-belok-kiri-kandang-jerapah-terus-lagi-ada-pagar-warna-hijau-masuk'
segera kupacu kendaraan roda duaku dengan laju! Dan tanpa kuperdulikan orang orang yang memaki setelah kulewati karena ugal ugalan. Melanggar rambu lalu lintas sudah menjadi hal yang biasa bagiku dan pak polisi hanya mampu menatapku nanar.
Akhirnya sampai juga di depan gerbang itu. aku langsung masuk dengan kecepatan tinggi kedalamnya dan meletakkan sepeda gunung itu begitu saja.
Aku sudah hapal dengan jadwal guru piket yang akan menghukumku di hari sabtu. Pak dani. Diam diam aku menyelinap dibalik batang batang pohon. pohon ceri.
Tetapi si 'mata-empat-sialan' itu masih bisa melihatku. Cih!. "GHANDAAA!!!" Namaku menggelegar di seluruh penjuru sekolah. Suara pak dani merubah sekolah ini mendadak jadi pelatihan wajib militer. padahal tinggal 8 meter lagi aku selamat masuk ke kelas. Dengan pasrah aku menyerahkan diri kehadapannya dengan wajah penuh keringat dan boraks.
Setelah menjalankan lari keliling lapangan 3 kali akhirnya aku dibebaskan. Masuk kelas, belajar, istirahat, belajar, istirahat, belajar lagi, lalu pulang.
Saat diperjalanan pulang, dari kejauhan aku melihat seekor kucing berbulu putih bersih bermata biru. Aku menatapnya dengan penuh suka cita. Dia membalas dengan tatapan jijik.
"Hai kucing, kamu cantik deh, kenalan yuk?" Dia diam tak bersuara. "tenang aja aku bukan pencuri ginjal kucing kok, ikut aku pulang yuk?" Dia masih diam. "Dirumah nanti aku masak ikan salmon, Aku tau kamu biasanya makan ikan dencis bekas, nanti harga diri kamu jadi tinggi loh di dunia perkucingan" dengan ke sotoyan level 46 aku mencoba meyakinkan walau muka calon majikannya lebih seperti pembantu, tetapi berselera tinggi.
"Meong…" aku yakin itu artinya "Yaudah deh, aku ikut kamu pulang" lalu aku menggendongnya dan naik kesepeda bersama. Di perjalanan aku bertanya pada si kucing "cing, kamu udah punya majikan belum?" Lalu dia memutar kepala memamerkan kalungnya. Disitu ada tulisan "felix" kurang ajar! Nama kucing ini lebih bagus dari calon majikannya.
Lalu aku berhenti sebentar dan berfikir. Ah! persetan dengan tuanmu yang dulu!!! Lalu aku melanjutkan perjalanan. Seperti itulah pemikiranku.
Sesampainya dirumah aku menepati janjiku sama di kucing. "cing, nih. Ikanmu." Tampak dia memakan ikan itu dengan lahap. Yang tanpa kusadari dia memakan ikan untuk makan malam nanti. "felix, aku gak suka nama kamu! Masa nama kamu lebih bagus dari aku? Kamu tuh harus menghargai aku! Kamu tuh harus belajar ngertiin aku!" Aku memakinya bagai seorang pacar yang tak bahagia dengan pasangannya. "Mulai sekarang nama kamu cing aja ya?" Dia diam tak perduli.
Sejak bertambahnya cing tinggal dirumah ini. Sekarang anggota keluarga jadi 5. Aku, tira kakakku, cing, sama sepasang kecoa.
Aku udah lama memperhatikan sepasang kecoa ini. Mereka tidak terlalu sering bersama. si jantan suka di kamar mandi, dan si betina lebih senang didapur. Tetapi setiap malam mereka selalu bersama. Meninggalkan kesibukan mereka yang entah apa itu aku juga gak ngerti.
Kak tira adalah orang yang hidupnya sangat liar. Pulang pagi adalah hal yang sangat wajar. Pacarnya bisa 2 bisa 3 tetapi tidak ada yang bertahan lama. Mereka tidak tahan dengan segala macam tingkah kak tira.
Meskipun begitu, dia adalah tulang punggung keluarga ini. Semenjak mama dan papa dipanggil yang kuasa.
Seminggu setelah cing menjadi anggota keluarga kami, dia mulai resah. Dia suka tidak menghabiskan makanannya. Mungkin karena dia sadar kalau itu bukan lagi ikan salmon 100%.
setiap hari aku mengurangi ikan salmonnya 10% dan menyisipkan ikan dencis. Jadi sekarang dia itu makan ikan dencis pake salmon. Bukan salmon pake dencis. Kaya cinta di hati yang gak diberi asupan perhatian. Lama - lama porsinya akan dibagi oleh orang yang lebih baik. awalnya ruangnya hanya sedikit. Namun waktu yang memperluasnya dan mempersempit 'ruang' itu di hatiku.
Cing juga suka melihat keluar jendela. Entah apa yang dia cari diluar sana. Mungkin ia merindukan majikannya yang dulu. Aku merasa kasihan kepada cing, lalu aku memutuskan untuk melepaskannya ditempat aku mendapatkannya. kupakaikan lagi kalungnya, dan kugendong cing menuju tempat kami bertemu pertama kali.
Akhirnya kami sampai di depan sekolahku. "eh cing, eh… felix! Kamu bukan kucingku lagi sekarang. Kamu bebas pergi berkeliaran di dunia perkucingan sekarang… Terserah kamu mau mencari majikanmu lagi atau hidup bebas". Lalu aku melepaskannya dari genggamanku dan meletakkannya di tanah. Dia berjalan pelan kedepan… memilih antara kembali, atau berlari. Aku tersenyum bangga. Seperti orang tua yang melihat anaknya sukses. Entah sama atau tidak entahlah pokoknya aku senang.
"FHEELIIIIIIIIIXXX!!!!!" tiba tiba suara itu sangat nyaring. Tepat di sebelah telinga kananku. Wanita bedebah. Lalu aku menoleh dan terdiam. sosok yang ada selalu menghiasi mimpi mimpiku selalu. Clarin.
To be bersambung.